BIDANG KEUANGAN

ARTI LAMBANG BIDKEU

Lambang Pusat Keuangan Polri bernama “Gemi Artha Prasaja Nagara Jaya” yang berarti "Dengan tata kelola keuangan Polri yang baik maka dapat mendukung terwujudnya negara yang aman dan sejahtera."
Pusat Keuangan Polri sebagai bagian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas dan kewajiban mengelola keuangan Polri dengan mengedepankan prinsip tertib, efektif-efisien, partisipatif, akuntabel dan transparan.
Prinsip tersebut diwujudkan dalam bentuk logo dengan rincian makna sebagai berikut:
  • Perisai bermakna pelindung rakyat dan negara.
  • Tiga bintang bermakna Tribrata sebagai pedoman hidup Polri termasuk didalamnya fungsi keuangan Polri.
  • Empat pilar tiang penyangga bermakna Catur Prasatya sebagai pedoman kerja fungsi keuangan Polri.
  • Tiga tangga bermakna prinsip dasar pelayanan keuangan Polri yang terdiri dari:
         - cepat dalam pelayanan
         - tepat dalam penggunaan
         - benar dalam administrasi pertanggung jawaban keuangan
  • Pundi Emas bermakna tempat penyimpanan uang yang aman, terjaga kerahasiaannya serta mudah diakses bila dibutuhkan.
  • Lembaran Buku Tulis bermakna seluruh rangkaian proses administrasi tata kelola keuangan Polri yang dilaksanakan sesuai prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Bulu Angsa bermakna sikap disiplin dan tertib aturan fungsi keuangan dalam melakukan proses pencatatan dan rekam data keuangan Polri.
  • Peta Indonesia bermakna luasnya cakupan tugas fungsi keuangan dalam melakukan tata kelola keuangan Polri.
  • Warna dasar biru bermakna etos kerja fungsi keuangan Polri yang memiliki kompetensi, integritas, kejujuran serta loyalitas yang tinggi.
  • Warna dasar kuning bermakna fungsi keuangan Polri senantiasa memiliki jiwa yang bersemangat disertai rasa syukur dalam melaksanakan setiap tugas yang diemban.

SEJARAH SINGKAT PUSAT KEUANGAN POLRI

A. MASA PASCA KEMERDEKAAN

Berbicara sejarah Pusat Keuangan Polri tentunya tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kepolisian Republik Indonesia. Di zaman penjajahan Jepang, Polisi dibentuk dan tergabung dalam kesatuan Keisatsu Tai (Polisi) dan Tokobetsu Keisatsu-Tai (Polisi Istimewa). Selanjutnya dua hari setelah proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya tanggal 19 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang.

Dalam sidang tersebut secara resmi mengumumkan Djawatan Kepolisian Negara, yang berada dibawah Kementerian Dalam Negeri. Pada 29 September 1945, Presiden Soekarno melantik R.Said Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang pertama. Dengan adanya Djawatan Kepolisian Negara, maka kesatuan-kesatuan polisi daerah telah dipersatukan dalam satu wadah. Namun demikian tugas Djawatan Kepolisian Negara, ketika itu baru dibentuk hanya menangani masalah-masalah administratif, Lembaga ini tidak mempunyai hubungan komando vertikal ke propinsi-propinsi.

Di tahun 1946, Organisasi Keuangan Djawatan Kepolisian Negara mulai dibentuk dengan sebutan Bagian Keuangan yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Jawatan Kepolisian Negara. Saat itu Djawatan Kepolisian Negara masih berada dibawah koordinasi Kementerian Dalam Negeri sehingga dukungan anggaran masih belum terpusat. Dukungan anggaran Kepolisian masih menjadi tanggung jawab masing-masing Kepala Daerah.

Para Kepala Polisi Daerah yang bersangkutan bertanggung jawab atas pengurusan dan administrasi keuangan di daerahnya. Kebijaksanaan ini ditempuh karena memang Tingkat Pusat sendiri belum memperoleh anggaran.

Kemudian pada tanggal 17 agustus 1950, ketika UUD Sementara diberlakukan sebutan Djawatan Kepolisian Negara berubah menjadi Jawatan Kepolisian Republik Indonesia. Secara politik jawatan ini bertanggung jawab kepada Perdana Menteri dengan perantara Jaksa Agung. Sedang acara administratif jawatan tersebut bertanggung jawab kepada Menteri Dalam Negeri. Sebagai pelaksana harian Jawatan kepolisian Republik Indonesia adalah Kepala Jawatan.

Tata kelola keuangan pada awal Jawatan Kepolisian Negara didirikan berpedoman pada ICW (Staatblad 1925 No.448). Secara ringkas peraturan tersebut mengatur beberapa hal sebagai berikut :

  1. Pengurusan keuangan dilakukan oleh pimpinan Jawatan selaku pemegang otorisasi (bentuk perwujudan kewenangan yang diberikan kepada pejabat tertentu dalam rangka pengurusan keuangan negara untuk mengambil tindakan yang berakibat penerimaan dan atau pengeluaran bagi negara);
  2. Penetapan anggaran belanja dilakukan oleh Kementerian Keuangan;
  3. Pengajuan tagihan oleh Kesatuan-Kesatuan Kepolisian;
  4. Pengujian tagihan-tagihan oleh Kantor Bendahara Negara selaku pemegang hak Compatible;
  5. Pembayaran dilakukan oleh Kantor-kantor Kas Negara;
  6. Untuk melayani pengeluaran dalam jumlah kecil di Kesatuan Kepolisian Daerah dilakukan oleh Pemegang Uang Muka Cabang (PUMC).

Pada masa-masa awal kemerdekaan ini banyak terjadi perubahan struktur pada Jawatan Kepolisian Republik Indonesia yang tentu saja berpengaruh pada organisasi keuangan. Tabel dibawah ini menjelaskan secara ringkas tentang perjalanan organisasi keuangan khususnya pada periode Demokrasi Terpimpin.

Wewenang dan penentuan kebijaksanaan dalam bidang Anggaran Belanja Kepolisian dipegang oleh Perdana Menteri selaku pimpinan tertinggi. Sedangkan Kepala Kepolisian Negara merupakan pelaksana/ Pengguna Anggaran. Ketika terjadi perubahan status jawatan Kepolisian Negara menjadi Departemen Kepolisian Negara, maka kewenangan Anggaran Kepolisian berpindah kepada Menteri Kepolisian.

Sistem pengajuan dan pengawasan anggaran belanja yang dianut oleh kepolisian sama seperti yang dianut oleh keuangan sipil. Kewenangan pengawasan atas penggunaan anggaran dilakukan oleh Departeman Pendapatan, pembiayaan dan Pengawasan (Departemen P3). Menteri/Panglima angkatan Kepolisian selain sebagai pengguna, juga mempunyai wewenang otorisasi.

Jumlah anggaran dalam satu tahun yang telah disetujui oleh Pemerintah tidak diberikan secara sekaligus. Untuk pengeluarannya, para bendaharawan dari masing-masing Kesatuan, yang telah mendapat mandat mengajukan ke Kantor Kas Negara untuk dicairkan. Kantor Pusat Perbendaharaan Negara sebagai Hak Hulp Ordonatur mendapat pelimpahan wewenang dari Departemen P3.

Mulai tahun 1965 atau sejak Angkatan Kepolisian berintegrasi dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, terjadi perubahan sistem penganggaran. Sistem pembiayaan yang kemudian dianut oleh Angkatan Kepolisian adalah sistem Administrasi Keuangan Militer. Dalam sistem ini wewenang otorisasi, ordonasi dan compatible berada pada Menteri/Pangak selaku pimpinan tertinggi Departemen Kepolisian.

Pada sistem sebelumnya ketiga wewenang tersebut berada terpisah secara berjenjang, Adapun tugas bagian keuangan dapat diuraikan sebagai berikut:

  • Mengurus anggaran, mulai dari perencanaan dan penyusunan anggaran belanja; pembiayaan dan penyaluran, hingga pengawasan dan pertanggung jawabannya.
  • Mengajukan tagihan kepada Departemen Keuangan melalui Kantor Perbendaharaan Negara.

B. MASA ORDE BARU

Di masa Orde Baru terdapat beberapa dinamika perubahan pada organisasi Polisi yang berdampak pula pada perubahan organisasi keuangan polisi.

Melalui Instruksi Menteri/Pangab No. Pol. 38/Instr/MK/1966 nama Kementerian Angkatan Kepolisian (KEMAK) diubah menjadi Departemen Angkatan Kepolisian (DEPAK).

Organisasi keuangan berada di bawah Staf Khusus dengan nama Direktorat Keuangan. Dinamika perubahan berikutnya adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No.7 Tahun 1974 yang menegaskan bahwa Kepolisian Republik Indonesia bertanggung jawab dan bertugas untuk melaksanakan dan mengamankan kebijaksanaan Departemen Hankam. Di masa ini organisasi keuangan Polri termasuk dalam Eselon Pelaksana Pusat dengan nama Jawatan Keuangan Polri (JANKUPOL).

Perubahan organisasi keuangan kembali terjadi di masa kepemimpinan Kapolri Jenderal Polisi Drs. Anton Sujarwo (1982-1986) dimana organisasi keuangan berubah menjadi Dinas Keuangan (DISKU). Tabel dibawah ini menampilkan dinamika perubahan organisasi keuangan selama masa Orde baru hingga akhir tahun 1999.


VISI & MISI POLDA KALTIM

Visi

" Menjadi Pembina fungsi Keuangan yang moderen dan unggul "

Misi

  1. Memperkuat pembinaan fungsi Keuangan Polri di Pusat sampai ke wilayah
  2. Menjamin penyelenggaraan pengelolaan Keuangan Polri yang Transparan dan Akuntabel
  3. Memperkuat Sistem Manajemen Bidang Keuangan yang terintegrasi dan terpercaya


TUGAS POKOK BIDANG KEUANGAN 

A. SUBBID BIA & APK :

a. BIA (PEMBIAYAAN)

Bertugas menyelenggarakan administrasi dan evaluasi pembiayaan yang berasal dari APBN maupun Non APBN;

  • Dalam melaksanakan tugas, Bidbia menyelenggarakan fungsi;
  • pelaksanaan pemeriksaan dan paraf nota pemindahbukuan (NPB);
  • pelaksanaan pemeriksaan dan paraf SPM yang pencairan dananya melalui Puskeu Polri;
  • pelaksanaan pemeriksaan dan paraf nota aplikasi untuk proyek KE;
  • pemeriksaan dan meneliti administrasi dana Samsat;
  • pemeriksaan dan paraf pembukaan/ perpanjangan LC;
  • pemeriksaan dan paraf SPP pengembalian penghitungan pihak ke tiga;
  • pelaksana pemeriksaan dan paraf surat permintaan dan pengajuan aplikasi penarikan dana pinjaman/hibah LN dengan cara pembayaran langsung;
  • pemeriksaan dan penelitian nota paraf lapkeu APBN; lapkeu DPK; lapkeu dana Samsat; lapkeu KE;
  • melaksanakan kegiatan administrasi pengelolaan penerimaan negara;
  • melakukan penyaluran dana;
  • administrasi kredit ekspor dan administrasi pelaporan keuangan.

b. APK (AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN)

Bid APK merupakan unsur pelaksana teknis yang berada di bawah Kapuskeu Polri;
Bid APK bertugas:

  • Menyiapkan kebijakan dan sistem akuntansi serta pembinaan dan pelaksanaan akuntansi sesuai Standar Akuntansi Pemerintah;
  • Melaksanakan pengolahan keuangan sesuai ketatabukuan manual;
  • menyajikan laporan keuangan

Dalam melaksanakan tugas, Bid APK menyelenggarakan fungsi:

  • Pembinaan sistem akuntansi sesuai dengan SAP;
  • Pelaksanaan akuntansi pelaporan keuangan serta penyusunan dan penyajian lapkeu Polri;
  • Penerimaan, penelitian, pengoreksian untuk meyakinkan data-data dalam penyusunan dan penyajian lapkeu Polri;
  • Peningkatan kemampuan bidang akuntansi dengan mengikutsertakan dalam diklat kepada staf bagian APK;
  • Pengkoordinasian pelaksanaan sistem akuntansi keuangan, pemantauan pelaksanaan kegiatan akuntansi dan mengarahkan penyiapan SDM akuntansi untuk kelancaran tugas penyusunan lapkeu Polri;
  • Pengarahan dan bimbingan kepada unit-unit akuntansi pada tingkat Polda maupun Satker;
  • Pengkoordinasian pelaksanaan rekonsiliasi internal antara laporan barang dengan lapkeu;
  • Pelaksanaan rekonsiliasi dengan DJPB Kemenkeu;
  • Penata bukuan secara manual tentang hal-hal yang berkaitan dengan hasil pelayanan kesehatan dari Rumah Sakit, DPK, Hutang dan Piutang, Hibah, Barang Bukti, Persediaan, Laporan Samsat dan catatan informasi tambahan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan di lingkungan Polri.

B. SUBBID DALVERIF

a. DALKEU (PENGENDALIAN MANAJEMEN KEUANGAN)

Biddal bertugas menyelenggarakan pengkajian piranti lunak bidang keuangan, pengkajian penyusunan OTK Puskeu Polri dan pengendalian pendanaan dan informasi keuangan;
Dalam melaksanakan tugas, Biddal menyelenggarakan fungsi:
pengendalian, pengawasan serta analisa dan evaluasi pelaporan dalam rangka pelaksanaan fungsi keuangan;
pengawasan dan pengendalian terhadap dana APBN dan Non APBN;
penyempurnaan dan revisi terhadap pilun-pilun yang berkaitan dengan bidang keuangan di lingkungan Polri;
pengkajian dan penyusunan OTK Puskeu Polri;
penyajian dan penyampaian informasi data bidang keuangan Polri.

b. VERIFIKASI

Bidverif bertugas:

  • Menyelenggarakan verifikasi belanja;
  • Memeriksa dan meneliti dokumen pertanggungjawaban keuangan;
  • Menerbitkan Nota Hasil Pemeriksaan Wabkeu dan Nota Penutup Hasil Pemeriksaan Wabkeu.
Dalam melaksanakan tugas, Bidverif menyelenggarakan fungsi:
  • Pelaksanaan verifikasi bidang keuangan sebagai pengendalian belanja di lingkungan Polri;
  • Pelaksanaan verifikasi dokumen sumber sebagai pengendalian dalam penyusunan dan penyajian lapkeu Polri;
  • Pemeriksaan dan penelitan keabsahan dokumen perwabkeu di lingkungan Polri;
  • Pelaksanaan pembinaan yang berkaitan dengan verifikasi di bidang keuangan;
  • Penerbitan nota hasil pemeriksaan wabkeu (NHPW) dan nota penutup hasil pemeriksaan wabkeu (NPHPW);
  • Pengkoordinasian dengan instansi terkait baik internal maupun external dalam rangka pelaksanaanverifikasi di lingkungan Polri.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar